Rabu, 30 Desember 2009

Sebuah Obor Kehidupan

Disuatu dusun dikaki sebuah gunung sedang diadakan Misa Natal, banyak sekali yang datang mengikuti misa yang waktu itu menggunakan adat jawa. Semua larut dan hanyut dalam misa tersebut sampai akhirnya merekapun pulang ke rumah masing-masing. Selesai misa serombongan yang terdiri dari bapak, ibu dan kedua anaknya meninggalkan misa tersebut dan kembali ke rumahnya. Perjalanan kembali yang melelahkan, maklum rumahnya berada di atas bukit. Terlihat wajah-wajah keceriaan di keluarga tersebut, seakan menikmati perjalanan yang ada. Senda gurau serta ucapan kata-kata diantara mereka sepanjang perjalanan.
"Pak, gelap dan licin ya jalan yang ada. Coba banyak lampu seperti di misa tadi pasti lebih enak." kata anaknya yang besar.
"Ya beginilah le, namanya juga jalan desa habis hujan lagi. Makanya hati-hati jalannya jangan sampai jatuh ya. Oya kita istirahat bentar ya bune, sambil ngobrol-ngobrol. Kasihan anak-anak."kata sang bapak. Dan merekapun beristirahat di sebuah gubuk di tepi jalan.
"Coba le kedua anakku, perhatikan dan rasakan apabila obor ini bapak matikan." katanya sambil mematikan obor sehingga suasana menjadi gelap gulita, karena tiada cahaya satupun bahkan bintang-bintang dilangit seolah malu dan enggan memancarkan sinarnya. Setelah beberapa lamanya, maka dinyalakannya kembali obor tersebut.
"Ndak enak pak, gelap jadi ndak bisa ngapa-ngapain.Takut ."kata anak yang terkecil
"Bener pak, ntar kalau ada ular atau orang jahat jadi ndak tahu pak." kata anak yang besar.

Sang bapak dan ibu tersenyum-senyum mendengar ucapan buah hatinya, kemudian sang bapak menanggapinya,"Benar ngger anakku berdua, memang tidak enak berada dalam kegelapan. Namun coba pahami lagi betapa disaat gelap diri kalian akan lebih hati-hati , kalian gunakan pendengaran dan perasaan kalian untuk mengamati keadaan sekitar karena indera penglihatan kalian tidak  bisa digunakan dengan sempurna. Lebih waspada akan bahaya yang datang. Di saat berada dalam kegelapan seakan kalian membuat benteng yang kuat untuk menghadapi segala gangguan yang mungkin datang. Sebaliknya di saat obor bapak nyalakan, tentu kalian akan lebih bisa melihat dan mengamati keadaan sekitar dengan baik. Segenap indra yang kalian gunakan tentu bisa kalian gunakan, bahkan tidak jarang kalian manjakan hingga terlena. Tidak jarang segenap indramu terbuai kenikmatan yang ada, hingga terjebak dalam keinginan , keakuan yang makin lama merasuki dirimu. Padahal kegelapan dan terang sebenarnya sama saja, seharusnya kalian tetap dalam kewaspadaan yang sama, dengan benteng yang sama kuat pula.Tidak seharusnya semua itu menjadi alasan pembenaran sesat."

"Seperti obor ini , dia akan terus menyala selama ada minyak, sumbu, dan ada yang menyalakan. Dia selalu menyala, hingga akhirnya ada yang mematikan dan minyak serta sumbunya habis. Dalam diri kalian juga ada obor yang akan selalu menyala menerangi perjalanan kalian. Di saat dalam kegelapan sebenarnya obor kalian akan senantiasa menerangi kalian agar selalu terjaga, dan  syukur kalau bisa menerangi sesama kalian.  Obor kehidupan yang diberikan DIA .Disaat kalian dalam terangnya hidup  sebenarnya cahaya obor senantiasa menerangi pula, namun seringkali justru disaat itulah biasanya kalian terlena karena sudah menemukan dan menikmati terang dari sekitar kalian dan meniadakan obor yang terus menyala ,  terlalu asyik menikmati cahaya obor penerang sekitar dan melupakan obor didirinya hingga mungkin nyala obor itu akan semakin mengecil kalau kalian tidak menyadarinya dan mengisinya kembali. Seharusnya di dalam terang terus kau jaga nyala obormu, teruslah kau jaga nyalanya jangan sampai padam, saling memberi terang, tidak disilaukan oleh cahaya-cahaya obor disekitarmu. Bukankah lebih indah anakku." kata sang bapak.

"Ibu hanya sedikit menambahkan anakku, seperti kata bapakmu. Dengan kalian sadari, rasakan, jaga  obor  hidup dari DIA yang ada didalam diri kalian mudah-mudahan kalian bisa melalui perjalanan terang dan gelapnya jalan dengan porsi yang sama, menerima segalanya dengan apa adanya, slalu kalian syukuri yang kalian terima. Nikmati hidup kalian dengan selalu waspada dan ingat sama DIA sing gawe urip." kata sang ibu.

Setelah segala penat hilang, merekapun meneruskan berjalan, diterangi obor yang mereka pegang. Tanjakkan, tikungan, turunan dilalui dengan  penuh rasa syukur, tiada beban seakan alam semesta menyatu dengan mereka untuk melangkah. Memberikan nyala-nyala obor untuk kehidupan ini.


Sebuah catatan kisah keluarga, yang berfikir dengan cara-cara sederhana, pola-pola sederhana. Mencoba menggali hidup dalam kederhanaan. Sekedar menjalani hidup untuk merangkai kisah hidup di dalam sebuah rumah. Rumah kita yang sebenarnya....Salam Cahaya

Tidak ada komentar: