![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXZs9BMCybo9MlVpEOmGWght0xTXmm3Fjk8vqU4lcdEDlYBI9vyZWelALl7lLGJv6rGpgOCDxTJyUxoIdY_u5DJEQ3ki8D0grvvLMUlOVHTOY71-6bwQUBgyyYUeOBR9IcSfDRsJiZSeg/s200/image-547.jpg)
Ditengah-tengah asyiknya mereka semua menikmati hidangan, suasana dibikin gaduh oleh kedatangan seorang pemuda tampan yang dengan langkah pasti memasuki ruangan tersebut. Dengan tatapan dan senyuman dibibirnya dia menuju ke meja dimana pendekar gila sedang duduk, keduanya saling bertatap mata sambil saling melemparkan senyum. Disambutnya pemuda tampan tersebut dengan ramah dan disuruhnya duduk disamping dirinya. Sepontan tindakan tersebut membuat para tetua dan hadirin yang hadir disitu terperangah dan tidak terima dengan perlakuan yang diberikan kepada sang pemuda. Ada yang berbisik-bisik, ada yang memperlihatkan muka tidak puas, ada juga yang langsung memberikan komentar dengan lantang.
"Hai Pendekar Gila, tidak tahukah kamu siapa yang barusan kau sambut? Masak seorang Jai Hwa Cat kau berikan kesempatan untuk duduk disamping dirimu dan para tetua yang terhormat?" kata hadirin
"Sungguh tidak pantas dirinya ada disini, usir saja dia dari sini!" suruh hadirin yang lainnya.
"Sungguh tak pantas kami berkumpul disini dengan seorang pendekar pemetik bunga yang selalu mengumbar nafsu birahinya," seru lainnya
"Benar pendekar gila, suruh keluar dirinya. Tidak pantas kita golongan putih bersanding dengan dirinya. Kalau engkau benar-benar menghormati kami para tetua kiranya suruh dirinya pergi keluar dari sini. Kedatangan dan penghormatan dirinya membuat kami terhina dengan perlakukan yang pendekar berikan kepadanya,, tidak pantas kami disejajarkan dirinya" kata salah satu tetua yang duduk bersama dengan Pendekar Gila.
Masih banyak seruan lainnya yang memperlihatkan ketidaksenangan mereka terhadap seorang Jai Hwa Cat yang menjadi teman Pendekar Gila
Sang pendekar gila hanya tersenyum sambil dilihatnya wajah-wajah sekitar yang menunjukkan rasa ketidaksukaannya kepada temannya, kemudian sambil tersenyum pula dilihatnya wajah temannya seorang yang mereka sebut Jai Hwa Cat. Berdua mereka saling melempar dan membalas tatapan, sang temannya pun mengerti dan menganggukkan kepalanya seakan sudah mengetahui apa yang akan dilakukan Pendekar Gila. Dengan tanpa beban pendekar gila berdiri sambil memberikan salam dulu kepada para tetua dan temannya, diapun mulai berbicara.
"Para tetua dan hadirin sekalian , maaf kiranya apabila perlakuan yang kuberikan kepada sahabatku menyinggung kalian semuanya. Sebuah perlakuan yang sebenarnya wajar diberikan bagi tamu yang datang, namun ternyata menjadi batu sandungan dan menjadi persoalan yang sebenarnya tidak perlu dipersoalkan. Salahkah diriku menyambut, mempersilakan seseorang yang datang kepadaku siapapun orangnya? Dimana letak kesalahan dan kebenaran? Apakah sekiranya saya makan menggunakan tangan kiri itu juga salah, karena tidak seperti yang para tetua atau hadirin yang makan dengan tangan kanan? Apakah kalau saya melangkah menggunakan kaki kanan dulu baru kemudian kaki kiri juga salah, karena berbeda dengan kebanyakan orang? Apakah kalau saya menggunakan pakaian wanita itu juga merupakan kesalahan? Apakah kalian juga akan memberikan penghormatan kepadaku dengan cara seperti ini apabila aku masuk kesini dengan badan yang bau dan penuh luka?" kata Pendekar Gila sambil tetap memberikan senyumnya
"Sangat menyedihkan melihat betapa para tetua dan kalian semua melihat dan menghakimi sesorang hanya dengan melihat segi terluar dari sesorang. Hingga akhirnya kalian bisa membaginya menjadi dua kelompok antara golongan yang kalian sebut hitam dan putih, sehingga yang putih harus berkumpul dengan yang putih karena dialah golongan yang terbaik. Kalian tutup mata dan hati kalian, sehingga tidak terlihat adanya kebaikan di dalam diri temanku ini yang kalian anggap golongan hitam.. Seolah olah pasti selalu ada kebaikan di dalam golongan putih yang kalian agung-agungkan, tanpa pernah adanya terselip kejahatan yang ada diantara kalian. Temanku kalian anggap golongan hitam karena perbuatannya di masa lalu, dimana sang pemetik bunga dan bunga yang dipetik melakukan kesalahan. Kenapa kesalahan hanya kalian tumpahkan kepada dirinya? Kenapa bunga yang dia petik tidak kalian persoalkan? Bukankah mereka berdua melakukan hal yang sama dengan kesadaran mereka berdua. Mengapa kalian perlakukan temanku seolah-olah dia kotor banyak dosanya, apakah kalian juga manusia yang tanpa dengan dosa? Sangat menyedihkan tatkala sesorang menghakimi orang lain sementara diapun juga tidak luput dari apa yang kalian namakan dosa. Menyedihkan melihat topeng-topeng yang kalian pakai, dibalik jubah kemegahan serta status yang kalian sandang ternyata banyak kebusukan yang tersembunyi. Tidak sedikit dari kalian yang menggunakan aspek legalitas dari dogma atau kepercayaan yang kalian pegang untuk melakukan pembenaran atas tindakan yang kalian ambil. Dibalik sikap pertapa kalian ternyata pikiran, hati dan batin masih belum terbebas akan nafsu-nafsu duniawi yang ada. Dibalik sebutan pendekar yang kalian sandang ternyata tidak mencerminkan sikap seorang pendekar sejati. Ketika seseorang mengatakan orang lain tidak pantas dan layak untuk hidup berdampingan dengan dirinya pernahkan dirinya bertanya kepada dirinya seberapa pantaskah dirinya untuk bisa berdampingan dengan orang lain? Ketika sesorang akan melakukan kesalahan kemudian kalian kucilkan, pernarkah kalian menyadari kalian juga mungkin pernah berbuat kesalahan dan sudah layakkah perbuatan kalian itu? Saya sendiri mungkin tidak pantas berada disini di tengah-tengah golong kalian, untuk itu saya mohon diri pada para tetua, hadirin semua untuk meneruskan pngembaraan bersama teman sejati saya, seorang yang kalian sebut Jai Hwa Cat. Salam." kata pendekar gila sambil memberikan hormat dan senyum diapun mengajak temannya meninggalkan ruangan tersebut.
Suasana menjadi diam, para tetua seakan dipukul dengan palu betapa piciknya mereka, begitu pula sebagian hadirin. Namun tidak sedikit pula yang masih memasang muka tidak senang dan tidak puas atas ucapan dan tingkah laku pendekar gila. Pendekar Gila yang sadar bahwa diapun juga belum terbebas akan nafsu yang selalu menggodanya....
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar