![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2u4Wd9N4d2mWMZyobRoZLEGp1FWgYXv4ZwyYBp4YxsFSu6AHXCgYqfhs2FctzLH8XGEmRthyO2rYTZUk5iNq7XgyUwkHDu70IEiis9sbIz4aQk5XuSw_tYQ0ZTpmvb_9jDx5javo2SuE/s200/aaaaaa.jpg)
"Gajah Seto, kamu turuni lereng bukit ini. Kamu bawa perbekalan secukupnya, aku titipkan air dalam bumbung bambu ini sebagai tanda penyertaanku kepadamu. Bawalah bekal secukupnya, nanti saat kamu temui dusun pertama kamu berhentilah dan tinggalah disitu. Selama dua belas purnama baru kamu kembali kesini dan aku minta dibawakan sesuatu yang paling berharga," kata Sang Guru, kemudian diapun melihat muridnya yang termuda .
"Rara wilis, aku tahu kamu pasti masih kebingungan. Tidak usah hal itu menjadi beban buatku, nanti kembali aku beritahu alasaku. Bawalah bekal secukupnya, aku titipkan air dalam bumbung bambu ini sebagai tanda penyertaanku kepadamu. Kamu naiki perbukitan ini, berjalanlah ke arah barat, hingga kautemukan dusun pertama. Selama dua belas purnama pula kamu tinggal disana dan kembalilah kesini." kata Sang Guru. "Saat mentari memancarkan sinarnya esok hari kalian berangkatlah, doa restuku selalu menyertai langkah kalian dan ingat ya kedua muridku Gusti akan selalu meyertai kalian. Sekarang istirahat dan persiapkan untuk perjalanan esok hari."
Setelelah itu kedua murid tersebut meminta doa restu dan berpamitan , kembali ke bilik mereka masing-masing. Masih menyisakan pertanyaan besar di diri mereka. Namun dengan tekad yang bulat keesokan harinya pada saat sang fajar muncul mereka telah meninggalkan pedepokan tersebut.
Hari berganti hari, purnama berganti purnama hingga akhirnya pada purnama ke dua belas kedua murid tersebut kembali. Yang pertama muncul Gajah Seto, dibalik kelelahan tampak dirinya semakin gagah saja . Tampak bawaan yang dibawanya lebih banyak dari saat di berangkat. Selang beberapa lama tampak pula Rara Wilis, terlihat paras mukanya memancarkan sinar-sinar kecantikan yang terbalut senyumnya dan kelelahan dirinya. Dengan berseri-seri di melangkah. Keduanya tampak saling berjabat tangan, bercengkrama melepas kerinduan yang ada di keduanya. Saking asyiknya mereka bercengkrama , tidak disadari oleh mereka berdua Ki Ageng telah lama memperhatikan mereka berdua.
"Selamat datang kedua muridku yang kukasihi, senang rasanya melihat kalian kembali ke padepokan ini dengan keadaan sehat dan kiranya tidak ada satupun yang kurang. Nikmatilah waktu yang ada, lepaskan segala beban yang selama ini kalian pendam. Beristirahatlah karena besok pagi masih ada yang harus kalian kerjakan. Gajah Seto pergilah ke atas gunung esok hari dan kembalilah saat senja, sedangkan Rara Wilis masuklah ke ruangan samadhi dan hanya beloh keluar saat aku memanggilmu. Kita bertemu besok malam sambil kalian ceritakan pengalaman dan apa buah tangan yang kalian bawa untukku." kata Ki Ageng ,kemudian dia meninggalkan pendopo meninggal kedua insan yang masih asyik bercengkrama.
Keesokan harinya Gajah Seto pergi ke puncang Gunung, dan Rara Wilis masuk ke ruangan samadhi. Sore hari Gajag Seto kembali, dan Rara Wilis pun sudah keluar dari ruangan samadhi, hingga malam harinya mereka bertemu di pendopo. Disitu sudah ditunggu oleh Ki Ageng, disuruhnya kedua murid tersebut duduk di hadapannya. Kemudian diapun melihat ke Gajah Seto, "Gajah Seto aku ingin dengar apa yang kau dapat dari pengembaraaanmu selama ini dan hasil pendakianmu ke puncak gunung?' tanya Ki Ageng
"Maaf guru, tidak banyak yang saya dapat dari pengembaraan ini. Saya hanya bisa membawakan barang-barang yang mungkin guru menyukainya. Air yang dulu dibawakan juga saya kembalikan lagi, masih utuh seperti semula. Sungguh pengembaraan yang sangat berat, saya harus membawa air ini terus-menerus. Di dusun tempat saya tinggal memang cukup makmur sehingga saya senang berada di sana namun seringkali ada gangguan. Untung dengan bekal ilmu kanuragan yang guru ajarkan semua bisa saya kalahkan. Kemudian dari hasil pendakian gunung tersebut saya hanya dapat menikmati keindahan suasana alam. Kiranya hanya itu yang saya dapatkan, maaf guru kalau salah," kata Gajah Seto.
"Kalau kamu muridku Rara Wilis, bagaimana hasil pengembaraanmu dan hasil di ruangan semedi?" tanya Ki Ageng
"Maafkan muridmu yang bodoh ini guru, awalnya sungguh terasa berat rasanya menerima perintah untuk mengembara karena saya masih baru dan saya sudah terlanjur cinta dengan suasana disini. Namun dalam perjalanan pendakian gunung dengan membawa bekal dan air yang guru berikan saya bulatkan langkah menempuh perjalanan ke dusun yang harus saya tuju. Semakin lama saya melangkah semakin terasa lelah, hingga akhirnya saya istirahat sejenak. Saat itulah saya tersadar, berat ringannya perjalanan yang saya lakukan karena saya terlalu memikirkan beban air dan beratnya medan yang harus ditempuh. Bukankah terasa ringan apabila pikiran terbebas dari berapa berat air dan seberapa berat medan perjalanan? Bukankah berjalan naik atau turun sama saja saya tetap berjalan? Bukankah jarak 1 km ataupun berpuluh-puluh kilo juga sama saja selama sepanjang saya bisa menikmati perjalanan yang harus ditempuh? Bukankah dengan medan yang terjal membuat saya lebih hati-hati dalam melangkah, sekalipun saya harus terjatuh pasti saya akan lebih berhati-hati kembali? Banyak pertanyaan di diri saya yang akhirnya membuat tersadar, dan membuat saya sampai ke tempat tujuan." kata Rara Wilis, sambil melirik ke Gajah Seto dan memberikan senyum manisnya.
"Sesampai ke temapat dusun pertama saya terkejut dengan kondisi dusun tersebut yang serba kekurangan, kondisi alam yang tidak bersahabat, kerasnya hidupnya, kerasnya perilaku warga dusun, kerasnya persaingan demi mempertahankan hidup yang mereka jalani. Saya bersyukur Guru, setidaknya berbekal perjalanan yang sulit akhirnya sayapun bisa melihat, menerima semua seprti apa adanya, bahkan memudahkan saya untuk masuk ke lingkungan yang berbeda. Saya belajar menggunakan prinsip garam dimana rasa garam itu selalu ada, dan tidak lebih tidak kurang. Karena kalau kurang akan terasa hambar, dan kalau lebih akan terasa asin. Saya mencoba masuk ke segala sisi, tanpa harus lebur musnah." katanya lagi, Ki Ageng hanya tersenyum mendengar cerita murid termuda.
"Sewaktu saya di ruangan samadi, awalnya melalui lubang yang ada saya bisa mengamati ruangan sekitar, namun seiiring dengan berjalannya waktu maka suasan menjadi temaram hingga akhirnya gelap. Udara yang saya rasakan juga semakin pengap, seakan tidak ada udara lagi. Hingga akhirnya saya hanya bisa mengambil sikap samadhi, berbekal perjalanan sebelumnya membuat saya hanyut kedalamnya sampai akhirnya guru memanggil saya. Trima kasih guru, berkat bimbingan guru hingga saya berhasil mencari apa yang selama ini saya cari, semakin yasa bisa menerima semuanya sebagai sebuah anugrah, semakin saya bisa menghargai raga ini, melihat, menyadari hingga melepaskan semuanya. Hanya semua itulah yang bisa berikan sebagai hadiah buat Guru, sekaligus saya mau minta maaf karena air yang Guru berikan telah habis saya minum di perjalanan, dan saya juga mempelajari ilmu dari luar perguruan ini sebagai pelengkap diri saya." kata Rara Wilis
Ki Ageng hanya manggut-manggut sambil tersenyum mendengarkan cerita muridnya, kemudian diapun memulai bicara,"Ngger, kedua muridku. Sengaja dahulu aku memilih kalian berdua dengan pertimbangan kalian berdua mewakili dua sisi pria dan wanita yang kulihat terbaik. Walaupun Rara Wilis termasuk muridku yang termuda namun kulihat dialah wakil dari sisi wanita yang terbaik. Akupun memberikan bekal air dalam bumbung bambu dengan ukuran yang sama sebagai bentuk keadilan untuk kalian bawa, air yang sebagai tanda aku selalu menyertai langkah kalian tentu saja boleh kalian minum kalau merasa haus. menjadi sangat aneh kalau air itu kalian simpan dan menjadi seolah ajimat atau kalian dewakan agar dapat memberikan kekuatan bagi kalian. Kekuatan sejati yang sebenarnya ada dalam diri kalian sendiri. Aku sengaja memberikan kalian jalan yang berbeda dan medan yang berbeda, Rara Wilis kuberikan jalan dan medan susah agar dia menyadari bahwa sisi kewanitaan yang dia miliki tidak menjadi alasan pembenaran untuk mendapatkan kesulitan yang lebih ringan dibanding kamu Gajah Seto. Begitu juga dengan alasan kenapa dia kumasukan ke ruangan Samadi, dimana cahaya dan udara aku atur sedemikian rupa agar dia merasakan apa yang dia ceritakan. Sedangkan kamu Gajah Seto ternyata dibalik kepandaian ilmu kanuragan yang kuakui teratas di padepokan ini atas ilmu yang kuberikan namun kamu belum bisa menyerap makna lain selain ilmu kanuragan."
"Rara Wilis, kiranya dirimulah yang selama ini aku nanti-nantikan sebagai penerus padepokan ini.."kata Ki Ageng selanjutnya dan membuat Rara Wilis terkejut, lebih terkejut lagi Gajah Seto.
"Guru, bukankah Rara Wilis seorang wanita. Sungguh tidak lazim dan belum ada sejarahnya padepokan ini dipimpin seorang wanita?" tanya Gajah Seto
"Gajah Seto, lupakah dirimu akan pelajaran yang telah kuajarkan selama ini. Beginilah kalau dirimu sudah terjebak dalam konsep pria dan wanita, padahal itu hanya sebuah sebutan yang kita berikan untuk membedakan saja. Tidak ada yang lebih baik atau lebih tinggi antara seorang yang disebut pria atau wanita. Keduanya sama-sama mempunyai raga yang sama, yang kita sebut sebagai manusia. Manusia yang terdiri dari raga dan jiwa, sehingga tidak perlu dipersoalkan siapa yang harus memimpin. Kalau kamu sadari lagi di dalam dirimu juga ada sisi kewanitaan yang terkandang muncul dan berbincang dengan sisi kepriaanmu. Kedua sisi yang saling mengisi, memberi, menerima satu sama lain. Begitu juga kamu Rara Wilis. Satu lagi yang harus kalian ingat tentang raga ini, raga yang harus kalian sadari dimana jiwa kalian ada tentu saja ada kelebihan dan kekurangan. Terimalah, nikmati apa adanya, raga yang merupakan rumah sebenarnya dari diri kalian. Cintailah rumah kalian, namun jangan merusaha untuk mengikatnya. Biarlah raga ini berjalan searah dengan sang waktu, tidak ada yang bisa dicegah. Lihatlah rambutku ini yang terus memutih dan rontok meninggalkan kepala ini tanpa bisa kucegah. Rumah yang nantinya akan rapuh, namun hendaknya pikiran kalian jangan sampai rapuh. Bebaskan dia dari kerapuhan raga ini. Kiranya sekarang aku sudah bisa mulai mempersiapkan dirimu Rara Wilis untuk menjadi peneruskku, dan tentu saja Gajah Seto yang tentu akan selalu mendapingimu. Berjalanlah kalian berdua , beriringan satu sama lain, kedua sisi wanita dan pria yang berjalan beringan saling mengisi dan memberi. Berikan cahaya terangmu, berikan garammu bagi sesama makhluk. Kurestui kalian berdua." kata Ki Ageng sambil tersenyum dan mengandengkan tangan Gajah seto ke Rara Wilis
Sehabis memberikan restunya, Ki Ageng masuk ke ruangan meditasi. Meninggalkan Gajah Seto dan Rara Wilis yang sedang berbunga-bunga, merajut kasih mereka berdua.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar