Senin, 25 Mei 2009

Lubang di hati

Sunyi sekali suasana malam itu, aku terbangun dari tidur lelapku. Maklum sebelumya habis hujan lebat. Kulihat anak dan istriku masih terlelap, nyenyak sekali tidurnya. Tak bosan kupandangi wajah mereka saat tidur, sungguh kusyukuri anugrah terindah dari Sang Pencipta. Kubangkit dari tempat tidurku, maklum terbiasa "Ngalong" terbawa dahulu waktu masih suka keluyuran mengikuti "Laskar Kegelapan". Ditemani segelas kopi pahit, aku berada di beranda atas. Damai sekali suasana kurasakan, ditemani suara katak kuterawang langit yang gelap gulita. Tiada ada bintang-bintang yang biasa menemaniku. Kurebahkan lubuhku disebuah "lincak" , sambil teringat lagi perjalanan hidup yang kulalui.

Teringat temanku Lisa pernah curhat tentang permasalahan yang dihadapinya. Seorang teman yang sering menjadi teman nongkrong, menghabiskan suasana malam. Dia bercerita betapa selama ini dia selalu merasa kekurangan, padahal segala upaya yang telah dilakukannya untuk memenuhi segala keinginannya. Namun setiap kali dia memperoleh keinginannya, timbul keinginan yang lebih besar lagi. Segala keluh-kesah mulai materi, cowok sampai keyakinan dia ceritakan kepadaku.

Aneh juga kadang kupikir, cewek semanis Lisa apa sih yang kurang. Kuhirup semilir angin malam, kupandangi cicak-cicak yang asyik mencari dan memakan nyamuk yang sesekali menggigitku. Betapa mereka sangat menikmati apa yang mereka lakukan. Teringat kembali waktu itu aku terseyum sambil mendengarkan cerita Lisa, dalam hati kuberkata "emang dasar sifat orang tidak pernah puas, selalu kurang dan kurang". Aku waktu hanya bisa menyarankan kepadanya bahwa setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Padahal semuanya hanyalah semu, tiada yang abadi. Semuanya menjadi beban hidup karena adanya keterikatan duniawi yang kita punyai. Masing-masing memiliki "lubang" yang harus ditutupi. Semakin kita mencari dan berusaha menutupinya, semakin kita akan menyadari betapa banyak lubang yang harus ditutupi. Aku sendiri masih berusaha mengisi "lubang" yang kumiliki, tak tahu entah sampai kapan bisa kututupi semua 'lubang" yang ada.


Teringat kembali nasehat kakekku sebelum dia meninggal. Salh satu pesannya "Kham, sebenarnya kalau kamu ingin mengetahui apa yang paling kau cari dan kau takuti, cobalah sekali waktu kamu masuk ke kamarmu. Matikan semuanya, duduk dengan nyaman dan cobalah kaucari jawabannya. Niscaya akan kau temukan apa yang selama ini kaucari". Setelah kucari sekian lama, kusadari ketakutan terbesar yang ada karena adanya Nafsu yang menguasai segenap Indraku dan akhirnya kutemukan satu hal yang pasti. Hanyalah "Dia" yang selama ini kucari.

Thanks u grandpa, tak sempat kubalas semua kebaikanmu. Buat lisa, thanks telah menemani keindahan malam selama ini.


"Ketika manusia menginsyafi Dia, pikirannya akan Ia kendalikan, tidak diombang-ambingkan oleh indra. Dan ketika pikiran ditaklukan, kekuatan apakah yang dipunyai Nafsu? Ia memang adalah muush yang halus, tetapi ketika indra-indra, pikiran dan akal itu berada di bawah kendali Diri yang paling halus, Nafsu dipadamkan" - dikutip dari Bagawadgita.

Tidak ada komentar: