Pernah suatu saat aku dibuat tertegun, dan mau tidak mau membuatku merenungkan kembali perjalanan hidupku. Ceritanya pada saat sedang asiknya ngobrol kesana-kemari sambil liat-liat acara televisi dengan adik sepupuku Sisca namanya, tiba-tiba dia bertanya sesuatu.
“Mas kham boleh nanya nggak?” tanya Sisca.
“Boleh-boleh saja, asal jangan yang susah-susah ya” jawabku sambil mengganti chanel TV, masalahnya adik sepupuku suka menanyakan yang enggak-enggak, umur baru 15 tahun, cuma kadang-kadang pertanyaannya melebihi anak seusianya .
“Begini mas, sebenarnya apa yang harus dilakukan dan semestinya diperbuat saat berulang tahun? Terus kalau mas sendiri apa yang dilakukan? tanya Sisca.
“Ya makan-makan sama temen-temen, bersenang-senang, terserah kamu maunya apa Sis? jawabku sambil lalu sambil nonton acara TV.
"Cuma itu mas? tanya Sisca lagi.
"Abis mau apa lagi Sis? jawabku sambil sambil asik melihat TV tanpa melihat ekspresi muka Sisca.
“Mas kham nih ditanya serius malah jawabnya asal-asalan, ya udah kutanya pada yang lain saja? kata Sisca sambil cemberut terus pergi.
Aku masih asik saja melihat acara televisi, sambil dalam hati berkata “emang gua pikirin, pikir aja sendiri, gitu aja kok repot" walaupun kemudian, sebenarnya dalam hati aku juga bertanya “Benar juga ya kata Sisca, apa yang kulakukan selama ini?” .
Kemudian karena sudah malam aku masuk kekamar , tiduran sambil baca-baca buku namun otakku masih memikirkan perkataan Sisca tadi. Tiba-tiba aku seperti terlelap terseret pusaran arus yang sangat kencang, serasa terserap ke dimensi lain melewati lorong yang sangat gelap dan ketika ku tersadar aku berada disebuah ruangan yang sangat tenang, sunyi, semerbak wangi melati dan kenanga sungguh terasa nyaman. Sebuah layar seperti televisi yang sangat besar terpampang di depanku, aku tersentak kaget dan heran tampak dilayar wajah ibuku waktu mengandung. Dengan susah payah dia berjalan mungkin usia kehamilannya sudah tua, diantar oleh bapakku masuk rumah sakit. Ternyata mau melahirkan, dengan jelas terlihat proses persalinan yang sangat melelahkan. Ingin rasanya kupalingkan mukaku, kupejamkan mataku, tidak kuat rasanya untuk melihatnya, namun rasanya leherku serasa dipaku sehingga tidak bisa kugerakkan, kelopak mataku juga tersa ada yang mengganjalnya sehingga suka tidak suka harus kulihat pemandangan itu. Hatiku terasa tersayat-sayat, pedih sekali rasanya melihat perjuangan ibuku dalam melahirkan. Kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki, suka cita meliputi ruangan persalinan tersebut, segenap keluarga ikut larut dalam sukacita. Tak terasa butir airmata menetes menyaksikan betapa berat proses dan pengorbanan yang harus dilalui oleh seorang ibu.
Kemudian seakan diganti filmnya, tampak didepanku seorang bocah lelaki dengan badan gempal sedang asik bermain ditemani oleh kakek neneknya. Nakal sekali anak itu namun kakek-neneknya sangat memanjakannya sehingga apa yang diminta diturutinya. Maklum bocah tersebut merupakan cucu laki-laki pertamanya, sehingga sangat dimanjakan bahkan oleh budhe, om maupun tantenya semua menuruti keinginan anak itu yang tidak lain diriku waktu kecil. Ingin sekali kugerakkan tanganku untuk menyentil telinga , gemes sekali, panas sekali dadaku melihat kelakukannya namun semua itu tidak bisa kulakukan. Sungguh malu sekali aku dengan kelakuanku waktu kecil, kalau bisa kubalikkan waktu ingin sekali kurobah kelakukanku saat itu. Semakin lama anak itu semakin besar, dengan tingkah polah yang tidak berubah. Apa yang menjadi keinginannya harus terwujud, dan memang pada saat itu semuanya bisa terwujud baik itu melalui usaha sendiri maupun dengan bantuan orang-orang yang menyayanginya. Segala daya upaya diusahakan agar terwujud yang menjadi cita-cita dan keinginannya, yang ada di otaknya "Aku harus bisa" atau "Aku pasti bisa". Kupandangi sambil sesekali tersenyum mengingat semuanya. Walaupun dari segi prestasi, materi boleh dikatakan berkecukupan namun semuanya kosong belaka.
Hingga pada suatu ketika datanglah angin ribut yang sangat kencang membuyarkan semua yang telah tertata rapi, kehidupan yang selama ini dijalaninya dengan normal hancur, luluh lantak semua, tercabik-cabik semuanya. Semua yang ada dalam dirinya dilucuti, serasa telanjang semuanya. Apa yang dulu dibangga-banggakan tiada artinya lagi, keberhasilan, kemudahan, tidak lagi kumiliki. Sungguh terasa menyakitkan. Aku hanya bisa melihat semua kejadian yang berlangsung begitu cepat dihadapanku, mau menjerit tapi kerongkongan terasa terkunci. Musnah sudah semuanya, apa yang selama ini aku banggakan hilang dengan cepat tanpa bekas. Sakit kurasakan seluruh badanku, jiwa ragaku remuk menyaksikan semua itu. Tak sanggup kumelihat kehancuran diriku, namun mata ini sukar untuk kupejamkan. Mulutku terkunci, rasa kesal, marah sedih, kecewa bercampur menjadi satu hingga aku tertunduk sayu, terdiam tanpa kata.
Suasana kemudian berubah menjadi keheningan yang sukar untuk dituliskan dengan kata-kata. Dengan tersimpuh lesu aku menunduk, sayup-sayup kudengar suara yang memanggilku halus. Terus kudengarkan suara-suara itu, timbul suatu energi yang mengajakku untuk bangkit mengikuti suara itu berasal. Ternyata suara tersebut hendak menunjukkan diriku ke sisi lain kehidupan disekitarku yang selama ini kuabaikan. Segala kesusahan hidup diperlihatkan lebar-lebar, terlihat bagaimana mereka mencoba mengatasi segala kesusahan yang mereka hadapai. Dan bagaimana mereka menerima dan menikmati kesulitan yang mereka hadapi dengan senantiasa mengucapkan syukur. Kepercayaan diri yang diperlihatkan sungguh besar, bahwa suatu saat mereka pasti bisa mengatasi segalanya. Dengan tekun mereka bersaha dan berdoa. Termangu aku dibuatnya, lebih tersayat lagi hatiku bila mengingat apa yang kujalani selama ini. Betapa selama ini aku selama ini hanya mengikuti ego dan mengagung-agungkan ke"Aku"anku, apa yang kualami selama ini belumlah seberapa bila dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi mereka.
Disaat aku sedang berusaha mencerna semua kejadian, kembali lagi aku diseret oleh sesuatu, arus yang begitu kuat ketempat dimana yang ada hanya keheningan, kedamaian dan kegelapan hanya ada diriku tanpa ada suara dan penerangan lainnya. Yang bisa kulakukan hanya bisa duduk bersimpuh, merenungkan kembali apa yang baru saja kualami lebih dalam. Kupasrahkan diriku kepada Sang Pencipta, damai sekali rasanya. Ingin sekali terus kurasakan suasana seperti itu, mungkinkah ini "sorga" pikirku. Nyaman sekali , tak ingin rasanya aku beranjak dari kedamaian yang kurasakan. Dalam suasana "kosong" terasa ada energi baru yang mengisi diriku. Hilang sudah segala penat, sakit, keputusasaan, kegalauan yang selama ini kurasakan. Serasa ada kehidupan baru yang kualami, mungkinkah ini yang dinamakan "Dalam kosong ada isi atau yang berisi adalah kosong". Aku tidak tahu berapa lama aku dibawa oleh arus yang sungguh membuka mata batinku, mengubah cara pandangku akan makna hidup dan menjalani hidup. Hingga tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara sepupuku Sisca yang setengah berterik-teriak.
"Bangun-bangun, sudah siang kok masih tidur. Jadi pergi kagak mas Kham?" katanya terasa sangat ketus, sambil keluar dari kamar tidurku.
Masih setengah sadar aku bangun, duduk disamping ranjang sambil memikirkan dan merenungkan apa yang barusan kualami. Sungguh suatu pengalaman yang tak terlupakan dan memberikan pengarus bagi kehidupanku berikutnya. Pengalaman yang membuatku memperoleh hakikat hidup yang harus kujalani. Kesenangan, kesusahan, kemudahan, kesulitan, keberhasilan, kegagalan, kekuatan serta kelemahan semuanya hanyalah ilusi, fana belaka. Tiada yang abadi dalam hidup ini, hanya Jiwa yang abadi. Tak lupa kupanjatkan syukur atas segala anugrah yang telah kuterima dari Sang Pencipta. Belajar untuk menjalani hidup agar menjadi lebih MANUSIA.
Happy birthday my son, my friends.....