Senin, 25 Mei 2009

Lubang di hati

Sunyi sekali suasana malam itu, aku terbangun dari tidur lelapku. Maklum sebelumya habis hujan lebat. Kulihat anak dan istriku masih terlelap, nyenyak sekali tidurnya. Tak bosan kupandangi wajah mereka saat tidur, sungguh kusyukuri anugrah terindah dari Sang Pencipta. Kubangkit dari tempat tidurku, maklum terbiasa "Ngalong" terbawa dahulu waktu masih suka keluyuran mengikuti "Laskar Kegelapan". Ditemani segelas kopi pahit, aku berada di beranda atas. Damai sekali suasana kurasakan, ditemani suara katak kuterawang langit yang gelap gulita. Tiada ada bintang-bintang yang biasa menemaniku. Kurebahkan lubuhku disebuah "lincak" , sambil teringat lagi perjalanan hidup yang kulalui.

Teringat temanku Lisa pernah curhat tentang permasalahan yang dihadapinya. Seorang teman yang sering menjadi teman nongkrong, menghabiskan suasana malam. Dia bercerita betapa selama ini dia selalu merasa kekurangan, padahal segala upaya yang telah dilakukannya untuk memenuhi segala keinginannya. Namun setiap kali dia memperoleh keinginannya, timbul keinginan yang lebih besar lagi. Segala keluh-kesah mulai materi, cowok sampai keyakinan dia ceritakan kepadaku.

Aneh juga kadang kupikir, cewek semanis Lisa apa sih yang kurang. Kuhirup semilir angin malam, kupandangi cicak-cicak yang asyik mencari dan memakan nyamuk yang sesekali menggigitku. Betapa mereka sangat menikmati apa yang mereka lakukan. Teringat kembali waktu itu aku terseyum sambil mendengarkan cerita Lisa, dalam hati kuberkata "emang dasar sifat orang tidak pernah puas, selalu kurang dan kurang". Aku waktu hanya bisa menyarankan kepadanya bahwa setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Padahal semuanya hanyalah semu, tiada yang abadi. Semuanya menjadi beban hidup karena adanya keterikatan duniawi yang kita punyai. Masing-masing memiliki "lubang" yang harus ditutupi. Semakin kita mencari dan berusaha menutupinya, semakin kita akan menyadari betapa banyak lubang yang harus ditutupi. Aku sendiri masih berusaha mengisi "lubang" yang kumiliki, tak tahu entah sampai kapan bisa kututupi semua 'lubang" yang ada.


Teringat kembali nasehat kakekku sebelum dia meninggal. Salh satu pesannya "Kham, sebenarnya kalau kamu ingin mengetahui apa yang paling kau cari dan kau takuti, cobalah sekali waktu kamu masuk ke kamarmu. Matikan semuanya, duduk dengan nyaman dan cobalah kaucari jawabannya. Niscaya akan kau temukan apa yang selama ini kaucari". Setelah kucari sekian lama, kusadari ketakutan terbesar yang ada karena adanya Nafsu yang menguasai segenap Indraku dan akhirnya kutemukan satu hal yang pasti. Hanyalah "Dia" yang selama ini kucari.

Thanks u grandpa, tak sempat kubalas semua kebaikanmu. Buat lisa, thanks telah menemani keindahan malam selama ini.


"Ketika manusia menginsyafi Dia, pikirannya akan Ia kendalikan, tidak diombang-ambingkan oleh indra. Dan ketika pikiran ditaklukan, kekuatan apakah yang dipunyai Nafsu? Ia memang adalah muush yang halus, tetapi ketika indra-indra, pikiran dan akal itu berada di bawah kendali Diri yang paling halus, Nafsu dipadamkan" - dikutip dari Bagawadgita.

Minggu, 24 Mei 2009

Ultraman Vs Perubahan

Seperti biasa kalau libur kerja, kusempatkan waktu yang ada untuk menemani dan memperhatikan perkembangan anakku "Dewa". Kesenangannya seperti anak laki-laki lainnya senang melihat film "robot" kata anakku, sedangkan yang dimaksud disini adalah film Ultraman Max. Kuperhatikan dia betapa asiknya dia menyaksikan film tersebut, sambil sesekali menirukan gayanya. Tersenyum aku dibuatnya, sambil kuikuti pula jalan ceritanya. Pada episode tersebut diceritakan bagaimana Kaito yang bisa berubah wujud menjadi Ultraman Max tidak terima dengan usaha Dash (Pasukan penjaga keselematan bumi) untuk mempelajari dan menyelidiki kehadiran Ultraman. Dan pada saat adanya serangan dari sebuah monster yang akan mengacaukan bumi, timbul keinginannya untuk membuktikan diri agar semuanya bisa tau bahwa Ultraman adalah seorang pahlawan, hero sejati yang patut dibanggakan. Namun yang terjadi sungguh kebalikannya, Kaito tidak bisa merubah wujudnya menjadi Ultraman dan dirinya celaka. Teman-teman bahkan bosnya tidak menyukai apa yang dilakukannya. Hingga akhirnya diapun sadar bahwa dahulu saat awal bergabung , Ultraman mau bergabung dengan dirinya dan meminjam tubuhnya selama 3 menit untuk menyelamatkan bumi. Diapun sadar bahwa tidaklah pantas menggantungkan diri terlalu banyak terhadap Ultraman, dan tidak pantas untuk menggagung-agungkan dirinya. Masih kulihat tingkah polah anakku, kucari posisi untuk merebahkan tubuhku . Maklum sudah berumur, jadi pinggang harus direbahkan. Leyeh-leyeh kata orang jawa.

Bagian dari film tersebut membuatku sadar dan menertawakan diriku sendiri, betapa seringkali aku juga berbuat seperti Kaito. Berusaha untuk menjadi yang terhebat, merasa diri sok pintar, ingin semuanya mengikuti kata-kataku dan berusaha agar orang lain memandang diriku hebat, seorang Ultraman atau hero. Bahkan mungkin tidak hanya aku, orang lain juga seringkali berbuat begitu pula. Masing-masing berusaha untuk menjadi Ultraman, yang membuat orang lain kagum, mengagung-agungkannya. Seringkali kutemui betapa orang akan berusaha untuk mendapatkan pengakuan sebagai seorang Ultraman/hero dengan mengabaikan lingkungan sekitarnya. Saling sikut, saling hajar , saling menyakiti demi terciptanya sebuah "Ultraman Semu". Apalagi disaat sekarang ini, setiap kali membaca berita di koran dan televisi yang ada hanya sebuah adu argumen antara masing-masing capres-cawapres. Masing-masing dengan jargon-jargon politiknya menyuarakan janji-janji manisnya, saling menyerang satu dengan yang lainnya. Berusaha untuk menjadi Ultraman-ultraman Semu, yang bisa menjadi harapan bagi semua orang.


Sungguh kehidupan yang sangat memilukan, dan menyedihkan. Sudah begitu sakitkah bangsa ini. Benarkah merekalah Ultraman yang akan sanggup membebaskan kita semua dari segala kesusahan, kemiskinan, keterpurukan selama ini. Tersenyum aku dibuatnya, sambil sejenak kuperhatikan lagi tinggah polah Dewa yang menginspirasiku. Betapa polosnya tingkah lakunya, semua dilakukannya tanpa adanya sang "Aku" yang mendominasinya. Perubahan yang mereka iming-imingkan kepada kita semua adalah semu belaka. Sungguh ironis sekali apabila kita mengharapkan adanya perubahan yang ada dalam sekejap. Tidaklah mungkin hanya mengharapkan keberhasilan dari seorang Ultraman untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Bahkan seribu Ultraman mungkin tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan bangsa ini.

Alangkah akan menjadi lebih baik, apabila kita semua daripaha mengharapkan seorang Ultraman berusaha untuk menjadi Ultraman-ultraman kecil yang dengan sukarela dan siap mengatasi segala permasalahan yang ada. Berusaha untuk mencoba menginventarisir segala permasalahan yang ada di diri kita dahulu dan menyelesaikan permasalahan yang ada di masing-masing pribadi. Bangkit menggunakan dengan menggunakan segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Perubahan tidak akan terjadi dengan mudah tanpa adanya perubahan pola pikir kita, mindset kita selama ini harus dirubah. Berusaha untuk merobah diri kita menjadi lebih baik lebih dahulu, sehingga akan mempengaruhi perobahan di sekitar kita. Segala keegoan dan keakuan yang ada di diri kita harus dibuang jauh-jauh, semua yang kita punya merupakan anugrah dan peminjaman dari Sang Pencipta. Niscaya adanya kemauan untuk merobah pola pikir kita maka akan tercipta angin perubahan yang akan membawa nasib kita dan bangsa ini menjadi lebih baik.

Mungkin sedikit postingan ini akan membuat kita tersadar bahwa sebenarnya kitapun bisa menjadi seorang Ultraman Sejati, yang dengan penuh kesadaran dan ketulusan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan bekerja untuk menghasilkan yang berguna bagi bangsa ini. Gunakanlah kelebihan dan keunggulan kita masing-masing, sebelum semuanya diambil kembali oleh Sang Pencipta.


dedicated to "Dewa (Keshav)" , "Arjun or Sophie"




Kamis, 21 Mei 2009

Jati Diri

Sambil minum segelas kopi pahit dan menikmati kicauan burung prenjak di teras rumah teringat kembali kisah dua remaja yang sudah kuanggap adikku sendiri. Sebut namanya Monica dan Sisca. Keduanya merupakan dua orang sahabat yang sedang beranjak remaja, kemana-mana selalu bersama. Suatu sore mereka main ke kostku waktu aku sedang di rantau
"Sore mas kham, lagi ngapain?" kata Monica, biasa itu anak lebih aktif, lebih ceplas-ceplos kalau bicara dibandingkan dengan Sisca yang agak pendiam.
"Biasa Mon lagi main game, abis mau jalan-jalan malas, macet dimana-mana. Kok tumben sore-sore ketempatku, biasanya kan jalan-jalan ke mall."
"Iya nih mas, mau nanyain sesuatu." kata Monica lagi sambil cari tempat untuk duduk.
"Boleh-boleh saja, asal jangan nanyain cowok ya Sis. Dari tadi diam saja, lagi mikirin cowok ya, sudah kangen ya?
"Enggak-enggak, mas kham nih suka nggodain aku saja." jawab Sisca sambil tersipu-sipu.
"Gini mas ,cuma mau nanya kok. Kalau mau beli komputer PC itu bagusnya yang bagaimana ya?" tanya Monica.
"O gitu ya, kirain mau nanya aja. Baca aja PC Media, PC Plus, atau yang lainnya. Ada tuh di rak,ambil dan bawa pulang juga boleh kok." kataku sambil, mengatur strategi game. Maklum lagi tanggung main game football manager.
Kemudian mereka membaca buku-buku, atau majalah yang ada. Kubiarkan saja sambil kuteruskan game kesukaanku. Serius sekali mereka membacanya, tak terasa sudah menjelang Adzan Magrib.
"Gimana sudah ketemu, kakak mau mandi nih. Bawa pulang aja, dibaca-baca dulu ya." kataku
"Kasih tau saja yang gampang gimana mas, buat referensi, Ntar kami terusin bacanya di rumah" kata Monica.
"Begini ya sebenarnya dalam menentukan komputer yang akan dibeli kalian pikirkan saja mulai dari akan digunakan untuk apa komputer tersebut, buat mengerjakan tugas sekolah, mengedit foto atau film atau untuk yang lainnya. Budget yang dipunyai berapa untuk membeli komputer. Jenis komputer yang akan dibeli, "rakitan" atau "branded". Kalau itu sudah kalian putuskan , mungkin akan memberikan yang terbaik bagi kalian." kataku menjelaskan kepada Monica dan Sisca.
" Oke deh mas kham yang baik, kita pulang dulu. Thanks U " kata Monica. sambil tersenyum simpul. Memang sedikit "nakal" adikku yang satu itu. Kemudian mereka berdua pergi pulang. Dan akupun langsung mandi, siap-siap keluar mencari makanan buat makan malam. Maklum anak kost, perut sudah keroncongan belum makan dari tadi siang.


Kemudian selang beberapa bulan mereka datang lagi ke temapat kostku, biasa sambil ngobrol-ngobrol kesana-kemari layaknya anak remaja, mereka menceritakan pula komputer yang mereka beli. Monica ternyata lebih menyukai PC Rakitan dengan budget yang sama dengan yang dimiliki oleh Sisca. Dia selektif memilihnya sesuai dari fungsi komputer yang akan dia gunakan untuk multimedia, procesor, motherboard dengan chipsetnya, hardisk, ram, vga card, soundcard, diskdrive, hingga sampai ke chasing dan monitor dicermati betul-betul. Sehingga dengan budget yang ada terwujud sebuah komputer yang benar-benar mencerminkan keinginan dirinya. Disamping itu dia juga membaca buku-buku, majalah yang selama ini dipinjamnya, maupun membeli buku-buku komputer sehingga pengetahuan dia akan komputer semakin bertambah. Lain halnya dengan Sisca anaknya memang lebih kalem, dan dia tidak mau repot sehingga lebih memilih PC branded. Yang penting punya komputer itu sudah cukup. Tersenyum aku melihat tingkah polah mereka, senang sekali melihatnya. Ternyata setelah kuperhatikan benar-benar, terdapat perbedaan karakter yang mencolok antara keduanya.

Seiring dengan berjalannya waktu, aku harus pindah ke kota Lain dan memulai kehidupan baru. Lama tidak kudengar kabar dari mereka berdua, kangen juga sebenarnya melihat mereka yang sudah seperti adikku sendiri. Ketika kubuka emailku, aku memperoleh email dari Monica. Langsung kubuka email dan kubaca. Lama sekali aku membacanya, tertegun aku membacanya. Sungguh haru, bangga bercampur sedih perasaanku saat itu, mungkin kalau tidak malu dengan teman sekantor sudah keteteskan air mataku. Monica bercerita dan berterima kasih atas saran-saranku waktu akan menentukan komputer yang akan dibelinya. Dia memanfaatkan benar komputer yang ada, dan terus belajar tentang ilmu-ilmu komputer. Hingga akhirnya sekarang dia sudah hidup berkecukupan dan berbahagia berbekal program-program komputer yang dia ciptakan dan mampu menghidupinya untuk menjalani hidup. Monica juga menceritakan juga bagaimana hidup Sisca sekarang yang sangat menderita, keluarganya berantakan, dan dia sekarang masih menganggur. Luntang-lantung tidak karuan, bahkan terjerumus ke dalam kehidupan malam. Kubalas email Monica, kukabarkan juga keadaanku sekarang baik-baik saja , kutuliskan rasa kangenku buat adikku tersayang.

Pulang kerja, kusapa anak dan istriku. Kutumpahkan rasa kasih sayangku kepada mereka. Kusyukuri segala nikmat yang dikaruniakan Sang Pencipta selama ini. Tengah malam dikala semua angota keluargaku tertidur, aku bangun merenungkan kembali cerita Monica. Sungguh sebuah pengalaman hidup yang teramat indah untuk dilupakan. Ternyata berbekal sebuah benda yang sangat sederhana sebuah "Komputer" banyak pelajaran hidup yang bisa digali. Monica walaupun masih remaja ternyata mampu berfikir jauh kedepan. Sebuah komputer apabila diibaratkan dengan tubuh kita, maka terdiri dari berbagai macam bagian mulai dari badan sebgai chasingnya yang , otak sebagai prosesornya, kemudian bagian-bagian lainnya yang merupakan accesoris. Mungkin Sang Pencipta sudah menentukan jenis procesor, mainboard, hardisk, ram, vga card, sondcard sampai chipsetnya yang ada dalam tubuh kita. Masing-masing memilki karateristik sendiri-sendiri. Monica mengajariku untuk mengetahui komponen, kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diriku. Berusaha untuk menerimanya dengan iklas dan belajar untuk mengupgrade kekurangan yang dimilki. Mengunakan kelebihan dan kekurangan secara bijak untuk memperoleh hakikat hidup yang hakiki. Berusaha menemukan jatidiriku, sehingga semakin mengenal akan diriku. Berusaha menjadi diri sendiri, tanpa berusaha mencontek kehidupan orang lain. Semakin aku mengenal diriku secara lebih dalam, semakin memudahkanku dalam melangkah, semakin ringan dalam menjalani hidup ini. Semoga jalan hidup yang kutempuh "benar" arahnya, terus kutempuh perjalanan sambil kupasrahkan semuanya kepadaNya.

Terinspirasi dari lagu "Jati Diri" dari Lilo-Kla

Dedicated to "Dewa (Keshav)" , "Sophie or Arjun"




Rabu, 13 Mei 2009

Happy Birthday.....



Pernah suatu saat aku dibuat tertegun, dan mau tidak mau membuatku merenungkan kembali perjalanan hidupku. Ceritanya pada saat sedang asiknya ngobrol kesana-kemari sambil liat-liat acara televisi dengan adik sepupuku Sisca namanya, tiba-tiba dia bertanya sesuatu.
“Mas kham boleh nanya nggak?” tanya Sisca.
“Boleh-boleh saja, asal jangan yang susah-susah ya” jawabku sambil mengganti chanel TV, masalahnya adik sepupuku suka menanyakan yang enggak-enggak, umur baru 15 tahun, cuma kadang-kadang pertanyaannya melebihi anak seusianya .
“Begini mas, sebenarnya apa yang harus dilakukan dan semestinya diperbuat saat berulang tahun? Terus kalau mas sendiri apa yang dilakukan? tanya Sisca.
“Ya makan-makan sama temen-temen, bersenang-senang, terserah kamu maunya apa Sis? jawabku sambil lalu sambil nonton acara TV.
"Cuma itu mas? tanya Sisca lagi.
"Abis mau apa lagi Sis? jawabku sambil sambil asik melihat TV tanpa melihat ekspresi muka Sisca.

“Mas kham nih ditanya serius malah jawabnya asal-asalan, ya udah kutanya pada yang lain saja? kata Sisca sambil cemberut terus pergi.

Aku masih asik saja melihat acara televisi, sambil dalam hati berkata “emang gua pikirin, pikir aja sendiri, gitu aja kok repot" walaupun kemudian, sebenarnya dalam hati aku juga bertanya “Benar juga ya kata Sisca, apa yang kulakukan selama ini?” .


Kemudian karena sudah malam aku masuk kekamar , tiduran sambil baca-baca buku namun otakku masih memikirkan perkataan Sisca tadi. Tiba-tiba aku seperti terlelap terseret pusaran arus yang sangat kencang, serasa terserap ke dimensi lain melewati lorong yang sangat gelap dan ketika ku tersadar aku berada disebuah ruangan yang sangat tenang, sunyi, semerbak wangi melati dan kenanga sungguh terasa nyaman. Sebuah layar seperti televisi yang sangat besar terpampang di depanku, aku tersentak kaget dan heran tampak dilayar wajah ibuku waktu mengandung. Dengan susah payah dia berjalan mungkin usia kehamilannya sudah tua, diantar oleh bapakku masuk rumah sakit. Ternyata mau melahirkan, dengan jelas terlihat proses persalinan yang sangat melelahkan. Ingin rasanya kupalingkan mukaku, kupejamkan mataku, tidak kuat rasanya untuk melihatnya, namun rasanya leherku serasa dipaku sehingga tidak bisa kugerakkan, kelopak mataku juga tersa ada yang mengganjalnya sehingga suka tidak suka harus kulihat pemandangan itu. Hatiku terasa tersayat-sayat, pedih sekali rasanya melihat perjuangan ibuku dalam melahirkan. Kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki, suka cita meliputi ruangan persalinan tersebut, segenap keluarga ikut larut dalam sukacita. Tak terasa butir airmata menetes menyaksikan betapa berat proses dan pengorbanan yang harus dilalui oleh seorang ibu.



Kemudian seakan diganti filmnya, tampak didepanku seorang bocah lelaki dengan badan gempal sedang asik bermain ditemani oleh kakek neneknya. Nakal sekali anak itu namun kakek-neneknya sangat memanjakannya sehingga apa yang diminta diturutinya. Maklum bocah tersebut merupakan cucu laki-laki pertamanya, sehingga sangat dimanjakan bahkan oleh budhe, om maupun tantenya semua menuruti keinginan anak itu yang tidak lain diriku waktu kecil. Ingin sekali kugerakkan tanganku untuk menyentil telinga , gemes sekali, panas sekali dadaku melihat kelakukannya namun semua itu tidak bisa kulakukan. Sungguh malu sekali aku dengan kelakuanku waktu kecil, kalau bisa kubalikkan waktu ingin sekali kurobah kelakukanku saat itu. Semakin lama anak itu semakin besar, dengan tingkah polah yang tidak berubah. Apa yang menjadi keinginannya harus terwujud, dan memang pada saat itu semuanya bisa terwujud baik itu melalui usaha sendiri maupun dengan bantuan orang-orang yang menyayanginya. Segala daya upaya diusahakan agar terwujud yang menjadi cita-cita dan keinginannya, yang ada di otaknya "Aku harus bisa" atau "Aku pasti bisa". Kupandangi sambil sesekali tersenyum mengingat semuanya. Walaupun dari segi prestasi, materi boleh dikatakan berkecukupan namun semuanya kosong belaka.


Hingga pada suatu ketika datanglah angin ribut yang sangat kencang membuyarkan semua yang telah tertata rapi, kehidupan yang selama ini dijalaninya dengan normal hancur, luluh lantak semua, tercabik-cabik semuanya. Semua yang ada dalam dirinya dilucuti, serasa telanjang semuanya. Apa yang dulu dibangga-banggakan tiada artinya lagi, keberhasilan, kemudahan, tidak lagi kumiliki. Sungguh terasa menyakitkan. Aku hanya bisa melihat semua kejadian yang berlangsung begitu cepat dihadapanku, mau menjerit tapi kerongkongan terasa terkunci. Musnah sudah semuanya, apa yang selama ini aku banggakan hilang dengan cepat tanpa bekas. Sakit kurasakan seluruh badanku, jiwa ragaku remuk menyaksikan semua itu. Tak sanggup kumelihat kehancuran diriku, namun mata ini sukar untuk kupejamkan. Mulutku terkunci, rasa kesal, marah sedih, kecewa bercampur menjadi satu hingga aku tertunduk sayu, terdiam tanpa kata.


Suasana kemudian berubah menjadi keheningan yang sukar untuk dituliskan dengan kata-kata. Dengan tersimpuh lesu aku menunduk, sayup-sayup kudengar suara yang memanggilku halus. Terus kudengarkan suara-suara itu, timbul suatu energi yang mengajakku untuk bangkit mengikuti suara itu berasal. Ternyata suara tersebut hendak menunjukkan diriku ke sisi lain kehidupan disekitarku yang selama ini kuabaikan. Segala kesusahan hidup diperlihatkan lebar-lebar, terlihat bagaimana mereka mencoba mengatasi segala kesusahan yang mereka hadapai. Dan bagaimana mereka menerima dan menikmati kesulitan yang mereka hadapi dengan senantiasa mengucapkan syukur. Kepercayaan diri yang diperlihatkan sungguh besar, bahwa suatu saat mereka pasti bisa mengatasi segalanya. Dengan tekun mereka bersaha dan berdoa. Termangu aku dibuatnya, lebih tersayat lagi hatiku bila mengingat apa yang kujalani selama ini. Betapa selama ini aku selama ini hanya mengikuti ego dan mengagung-agungkan ke"Aku"anku, apa yang kualami selama ini belumlah seberapa bila dibandingkan dengan kesulitan yang dihadapi mereka.


Disaat aku sedang berusaha mencerna semua kejadian, kembali lagi aku diseret oleh sesuatu, arus yang begitu kuat ketempat dimana yang ada hanya keheningan, kedamaian dan kegelapan hanya ada diriku tanpa ada suara dan penerangan lainnya. Yang bisa kulakukan hanya bisa duduk bersimpuh, merenungkan kembali apa yang baru saja kualami lebih dalam. Kupasrahkan diriku kepada Sang Pencipta, damai sekali rasanya. Ingin sekali terus kurasakan suasana seperti itu, mungkinkah ini "sorga" pikirku. Nyaman sekali , tak ingin rasanya aku beranjak dari kedamaian yang kurasakan. Dalam suasana "kosong" terasa ada energi baru yang mengisi diriku. Hilang sudah segala penat, sakit, keputusasaan, kegalauan yang selama ini kurasakan. Serasa ada kehidupan baru yang kualami, mungkinkah ini yang dinamakan "Dalam kosong ada isi atau yang berisi adalah kosong". Aku tidak tahu berapa lama aku dibawa oleh arus yang sungguh membuka mata batinku, mengubah cara pandangku akan makna hidup dan menjalani hidup. Hingga tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara sepupuku Sisca yang setengah berterik-teriak.

"Bangun-bangun, sudah siang kok masih tidur. Jadi pergi kagak mas Kham?" katanya terasa sangat ketus, sambil keluar dari kamar tidurku.



Masih setengah sadar aku bangun, duduk disamping ranjang sambil memikirkan dan merenungkan apa yang barusan kualami. Sungguh suatu pengalaman yang tak terlupakan dan memberikan pengarus bagi kehidupanku berikutnya. Pengalaman yang membuatku memperoleh hakikat hidup yang harus kujalani. Kesenangan, kesusahan, kemudahan, kesulitan, keberhasilan, kegagalan, kekuatan serta kelemahan semuanya hanyalah ilusi, fana belaka. Tiada yang abadi dalam hidup ini, hanya Jiwa yang abadi. Tak lupa kupanjatkan syukur atas segala anugrah yang telah kuterima dari Sang Pencipta. Belajar untuk menjalani hidup agar menjadi lebih MANUSIA.


Happy birthday my son, my friends.....











Kamis, 07 Mei 2009

Hakekat Perkawinan

Setiap kali ada acara Sakramen Perkawinan dalam suatu gereja pasti tidak ketinggalan disitu disamping dekorasi gereja, ada suatu lilin yang jumlahnya 3 (tiga) buah yang terdiri dari dua buah lilin dan satu lilin yang posisinya diapit oleh kedua lilin tersebut, dan ukurannya biasanya lebih besar. Kemudian proses menyalakan lilin tersebut, kedua lilin dinyalakan bersama oleh kedua mempelai terlebih dahulu pada saat awal acara sakramen berlangsung, kemudian baru setelah pemberian "sakramen perkawinan "lilin yang lebih besar dinyalakan oleh kedua mempelai. Mungkin bagi yang beragama Kristiani ada sebagian yang tida memperhatikan hal seperti itu dan tidak tau maksud dibalik kejadian tersebut atau mungkin juga bagi yang memeluk agama non kristiani tidak mengetahuinya. Sebenarnya lilin-lilin tersebut mengandung makna yang begitu dalam, dan sungguh teramat "indah" apabila semua orang bersungguh-sungguh melakukannya. Lilin-lilin tersebut mengambarkan kedua pribadi dari masing-masing mempelai dimana masing-masing pribadi diibaratkan sebuah lilin yang mempunyai cahaya dan sinar kecil terkandung dalam dirinya yang kemudian dengan adanya ikatan perkawinan diharapkan akan terwujud "satu" lilin yang lebih besar dengan sinar yang lebih kuat, dari dua sinar lilin menjadi satu sinar. Sehingga tidak ada "Aku" melainkan "Kita".

Menyadari akan hakikat suatu perkawinan, dan belajar dari sebuah lambang dari "lilin-lilin" diatas maka sungguh berat untuk mewujudkannya, namun juga bisa menjadi terasa ringan dan menyenangkan apabila seseorang atau kita sadar dan menyadari adanya hambatan-hambatan yang seringkali muncul dalam menjalin suatu ikatan. Sehingga bisa belajar untuk mengeleminir segala hambatan yang akan muncul. Secara garis besar permasalahan yang muncul sebenarnya bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu hambatan dari dalam pribadi baik itu disri sendiri ataupun pasangan, kemudian hambatan yang timbul dari lingkungan luar semisal orangtua ataupun masyarakat.


Hambatan yang dari diri sendiri ataupun pasangan

  • Karakter atau sifat dasar dari masing-masing pasangan, sebenarnya sebagai manusia kita dilahirkan telah membawa sifat/karakter masing-masing. Sebagai orang jawa yang hidup didalam lingkungan jawa kita menganal adanya "Pranata Mongso" yang berpengaruh terhadap sifat seseorang. Orang jawa mengenal akan adannya "Ilmu Titen". Secara garis besar sifat seseorang akan dipengaruhi oleh mongso atau musim disaat dia dilahirkan (mungkin sama dengan Sio atau Zodiak ) memiliki kelebihan dan kekurangan , karakter sendiri-sendiri. Sehingga tiap-tiap pasangan harus mengetahui benar-benar karakter pasangannya, dan apabila sudah memahami dan mau menerima karakter pasangannya maka niscaya kelak tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari, saling menyalahkan , merasa tidak cocok dan sebagainya. Seseorang ataupun pasangan yang telah mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing, secara bijak akan bisa memanfaatkan sehingga yang tadinya merupakan kelemahan bisa menjadi kelebihan.
  • Keterbukaan dan kejujuran, disini penting sekali adanya kejujuran ataupun keterbukaan dari masing-masing pribadi. Akan lebih bagus apabila saat mulai pacaran atau "pedekate" tak ada yang ditutup-tutupi, bukalah semua yang ada dalam diri baik itu kebaikan maupun keburukan, kalau memang kita tidak suka katakan terus terang. Biasanya kita menutup-nutupi kekurangan kita, kita poles diri kita agar kelihatan menarik, bertingkah laku yang kadang-kadang tidak sesuai dengan pribadi kita yang sebenarnya. semua itu hanyalah semu belaka, karena adanya suatu keinginan untuk menarik hati atau memiliki. Mungkin ada sebagian yang lebih suka memakai "topeng", namun suatu saat pasti akan ketahuan oleh pasangannya. Sehingga lebih baik , dibuang "topeng", "polesan-polesan yang tidak sesuai dengan pribadi kita sebenarnya", belajarlah untuk jujur dan terbuka dengan pasangannya.
  • Belajar untuk berusaha memberi jangan belajar untuk meminta. Seringkali kita meminta kepada pasangan kita, kamu harus begini-begitu, aku pinginnya kamu begini dan lain sebagainya. Meminta memang diperbolehkan namun akan lebih baik apabila kita berusaha untuk memberikan apa yang kita miliki dengan kelebihan dan kekurangan kita untuk membahagiakan baik itu materi maupun rohani kepada pasangan kita. Belajar dari filosofi sebuah lilin (baca "Jadilah Terang") maka kita masing-masing pasangan harus dengan sukarela memberikan sebagian diri kita, karena dalam suatu perkawinan sebenarnya tidak ada lagi "aku" yang ada hanyalah "kita". Jadi mau-tidak mau masing-masing harus mencoba untuk 'melelehkan" dirinya dan memberikan dirinya kepada pasangan hidupnya.
  • Saling percaya antar pasangan. Kepercayaan ini penting sekali dipupuk antar pasangan, karena sekali ada rasa saling tidak percaya maka diotak kita yang timbul hanya curiga, sehingga timbul fikiran yang macam-macam, jangan-jangan istriku ??? jangan-jangan suamiku????. Sekali timbul rasa curiga maka akan mengganggu harmonisasi dalam membina suatu hubungan.
  • Perlu membentuk suatu tujuan, visi dan misi yang akan dibangun dalam suatu hubungan (rumah tangga). Hal ini perlu sekali dirumuskan oelh kedua pasangan agar dalam menjalani hubungan yang lebih lanjut mempunyai pedoman dan arah serta tujuan yang jelas. Namun kiranya penyusunan tersebut jangan terlalu dipaksakan dan jangan terlalu kaku misalnya harus begini maka ya mau-tidak mau harus. Dalam perjalanan hubungan rumah tangga nantinya dilihat perkembangan situasi dan kondisi lingkungan memungkinkan atau tidak dengan tujuan,visi dan misi yang telah ditetapkan. Kalau memang ditengah jalan harus dirubah demi kebaikan bersama akan lebih baik bila diadakan perubahan. Ibarat pada saat kita akan membangun suatu rumah maka yang pertama kali dilakukan membuat design rumah yang dibangun (eksterior dan interior), kemudian membuat rancangan biaya pembangunan, mengurus IMB dan seterusnya, sehingga nantinya akan terbentuk sebuah rumah beserta isinya sesuai yang telah direncanakan.
  • Komunikasi antar pasangan. Komunikasi disini dalam arti yang luas dan bisa multi dimensi. Dan masing-masing pasangan harus pintar-pintar menggunakan media komunikasi dan bahasa komunikasi yang akan digunakan , disesuaikan dengan kondisi, karakter pasangannya. Misalnya untuk membicarakan permasalahan yang berat sebaiknya dilakukan dengan duduk bersama, mencari waktu bersama, bicara sambil menatap muka pasangannya sehingga bisa melihat perubahan dari mimik muka, bahasa dari pasangan kita sehingga bisa mengeliminir pertengkaran yang bisa ditimbulkan.
Hambatan dari sekitar
Hambatan dari orangtua. Seperti sudah menjadi rahasia umumnya orangtua biasanya pada saat-saat awal anaknya menikah atau berumah tangga biasanya masih suka ikut campur dengan permasalahan yang ada dalam keluarga, dan bila mempunyai cucu maka orangtua sebagai kakeknya jusa seringkali tidak rela apabika cucunya dimarahi. Sebenarnya mereka ingin menunjukan rasa kasih sayangnya terhadap anak dan cucunya nanum mungkin caranya yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh kedua pasangan. Mungkin dalam dal ini bisa belajar dari pelajaran filsafat "Cinta Kasih" dari "Cersil Kho Ping Hoo" dibawah ini
  • Ada yang bertanya bahwa kalau kita bebas daripada ikatan dengan keluarga, bukankah itu berarti bahwa kita tidak mencinta keluarga kita lagi? Sama sekali bukan demikian.
  • Cinta kasih sama sekali bukanlah ikatan! Kalau kita mencinta anak kita, benar-benar mencin­tanya, hal itu bukan berarti bahwa kita harus terikat dengan anak kita itu. Yang ada hanya bahwa kita ingin melihat anak kita berbahagia hidupnya! Sebaliknya, ikatan menimbulkan keinginan untuk me­nyenangkan diri sendiri, karena memang ikatan diciptakan oleh si aku yang ingin senang tadi.
  • Cinta yang mengandung ikatan bukanlah cinta kasih namanya, melainkan keinginan untuk memuaskan dan menyenangkan diri sendiri.
  • Cinta yang mengikat kepada anak menimbulkan keinginan untuk menguasai anak itu, untuk memperoleh kesenangan batin me­lalui si anak, dan terasa berat kalau berpisah, karena si aku merasa dipisah­kan dengan sumber yang menyenangkan diri. Tidakkah demikian?
  • Demikian pula dengan isteri atau suami atau keluarga atau benda, atau juga gagasan. Semua itu hanya merupakan alat untuk menye­nangkan diri sendiri dan karenanya me­nimbulkan ikatan.
  • Cinta kasih baru ada kalau tidak terdapat keinginan untuk menyenangkan diri sendiri. Dan tanpa adanya cinta kasih, tidak mungkin ada kebaikan atau kebajikan, karena tanpa adanya cinta kasih, segala yang nampak baik itu adalah semu, berpamrih, dan segala macam pamrih itu sumbernya adalah pada si aku yang ingin senang
Orang tua dalam hal ini cukup "Tut Wuri Handayani", baru setelah memang benar-benar jalan yang ditempuh baru diberi nasehat yang berguna bagi kedua pasangan.

Hambatan dari lingkungan sekitar, tergantung seberapa kuat pondasi yang dibangun dari kedua pasangan apabila pondasi yang dibangun kokoh dan kuat maka sekuat apapun godaan di lingkungan niscaya akan terlewati. Memang rumput tetangga lebih indah daripada halaman sendiri,karena seringkali kita kurang mensyukuri nikmat yang telah diberikan yang Kuasa.

Akan lebih bagus lagi apabila disamping agama/kepercayaan yang masing-masing dianut, belajar pula tentang konsep "asta brata " atau "hasta brata" yang sangat mungkin diterapkan dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga tercipta suatu hitungan yang kelihatannya susah yakni "1 + 1 =1" apabila kita mengetahui hakikat suatu perkawinan dan mau belajar mendalaminya. Sebagai keluarga hendaknya mau belajar untuk terus mengembangkan ikatan yang telah dijalani sehingga tercipta suatu ikatan yang lebih kuat. Pembelajaran hidup ini mudah-mudahan bermanfaat bagai yang hendak menempuh suatu ikatan maupun yang sudah menikah.


Didicated to "Dewa (Keshav) , Arjun or Sophie"



Jumat, 01 Mei 2009

Salah


Renungan hidup ini bersumber pada pengalaman hidupku maupun semua orang yang mungkin pernah mengalaminya. Apabila kita suatu ketika mengalami suatu kecelakaan , apakah yang pertama kali terlintas di pikiran, akal kita?. Secara alamiah spontan pasti akan timbul amarah dalam diri kita, kemudian akan menyalahkan yang menjadi lawan kita. Pasti kita akan mengumpat-umpat lawan kita, dan merasa diri paling benar. Begitu juga sebaliknya lawan kita akan berbuat begitu juga, merasa paling benar, mungkin ikut memaki atau mengumpat-umpat kita juga. Sehingga seringkali terjadi baku hantam yang seharusnya tidak perlu terjadi.


Jarang sekali kita mau menerima, mengingat-ingat lagi sebenarnya bagaimana posisi kita waktu kita mengemudikan mobil/ motor, sudahkah kita mengemudikan dengan benar dan sesuai antara kecepatan dan kondisi jalan yang dilalui?. Ataupun dalam menyeberang jalan, sudahkah kita melihat dengan benar kekanan-kiri sebelum menyeberang?? misalnya seringkali kita menyeberang sambil menelpon sehingga konsentrasi kita buyar.


Dari kejadian diatas sebenarnya ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai pembelajaran hidup. Pelajaran hidup yang bias diambil Maukah kita melihat dan mengakui kesalahan kita sendiri, sampai yang terkecil sekalipun dan meminta maaf apabila kita memang salah, walaupun itu kan membuat harga diri kita jatuh, memalukan, dan mendapatkan sumpah-serapah dari orang lain, teman-teman taupun lingkungan sekitar kita. Maukah kita menerima dan memaafkan kesalahan orang lain, walaupun itu sangat menyakitkan bagi kita, telah membuat kita jatuh, malu, terhina karena perbuatannya. Maukan kita berusaha untuk menjadi orang yang lebih sabar yang tidak menuruti “Aku” yang selalu kita agung-agungkan. Maukah kita berusaha untuk menjadi manusia yang lebih “MANUSIA”.


Banyak sekali permasalah yang seringkali kita hadapi, namun apabila kita belajar dari permasalah yang ada niscaya akan tercipta kehidupan yang lebih baik.



Dedicated to “Keshav (Dewa)”, “Arjun or Sophie”