Hidup adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban. Kewajiban sebagai seorang ayah atau ibu, sebagai seorang anak, sebagai seorang saudara, sebagai seorang sahabat, sebagai seorang warga negara, sebagai seorang manusia. Semua kewajiban harus dilaksanakan sebaik mungkin menjadi ayah yang baik, menjadi ibu yang baik, menjadi anak yang baik dan seterusnya. Dan untuk melaksanakan kewajiban dengan sebaiknya kita harus berusaha, berikhtiar sekuat kemampuan kita.
Menyerahkan diri lahir batin kepada Tuhan bukan berarti kita lalu tidak acuh, bukan berarti kepasrahan yang pasif atau penyerahan yang mati. Kita wajib berikhtiar, berusaha sekuat kemampuan kita. Namun semua usaha itu didasari kepasrahan, penyerahan kepada Tuhan dengan penuh keikhlasan dan ketawakalan. Kepasarahan yang disertai keyakian sebualatnya bahawa Tuhan pasti akan memberi bimbingan kepada kita, dalam keadaan bagaimanapun juga.
Yang mendorong kita bergerak dalam kehidupan ini adalah nafsu-nafsu kita. Tanpa adanya nafsu, kita tidak mungkin hidup sebagai manusia yang demikian maju dalam keduniawian. Akan tetapi, tanpa bimbingan Tuhan, tanpa adanya Kekuasaan Tuhan yang bekerja dalam diri kita, kita dapat terseret oleh nafsu-nafsu kita sendiri yang mengakibatkan kehancuran lahir batin. Jiwa kita akan tertutup dan tak tampak siniarnya seperti sinar matahari yang tertutup awan mendung. Namun, dengan Kekuasaan Tuhan yang bekerja dalam diri kita, Kekuasaan yang membimbing, digerakkan oleh kepasrahan kita yang total, maka nafsu-nafsu kita tidak akan meliar dan bersimaharajalela! Hanya Tuhan yang dapat menjinakkan daya-daya rendah sehingga nafsu-nafsu itu kembali kepada fungsinya semula, yaitu menjadi peserta dan pelayan kita dalam kehidupan di dunia ini.
Betapa mudahnya semua itu dipikirkan dan dibicarakan, namun betapa sukarnya untuk menyerah! menyerah lahir batin, berarti penyerahan tanpa ikutnya hati akal pikiran karena kalau yang menyerah itu hati akal pikiran, pasti disitu muncul pamrih. Menyerah agar begini atau begitu, pokoknya agar menguntungkan lahir ataupun batin. Penyerahan seperti itu jelas bukan penyerahan namanya, melainkan penyuapan! penyogokan! Menyogok dengan kepasrahan untuk mendapatkan sesuatu tentu saja menyenangkan dan menguntungkan.
Nafsu yang dibiarkan meliar melahirkan keinginan-keinginan. Keinginan akan sesuatu yang lebih membuat apa saja yang didapatkan kehilangan keindahannnya sehingga kita tidak lagi dapat menikmati apa yang telah kita dapatkan. Ini berarti bahwa kita tidak dapat mensyukuri apa yang diberikan Tuhan kepada kita. Karena keinginan untuk mendapatkan yang lebih membuat apa yang berada di tangan tampak tidak berharga, tidak cukup dan kurang menyenangkan. Keinginan akan hal yang lebih membuat kita tidak pernah dapat merasakan kepuasan. keinginan jugalah yang menyeret kita untuk melakukan pengejaran dan seringkali terjadi, dalam pengejaran ini kita lupa diri, memntingkan pengejarannya sehingga menghalalkan segala cara. Padahal, bukan TUJUAN yang terpenting , melainkan CARA mencapai tujuan.
Berbahagialah orang tidak mengejar keinginan apapun juga, karena orang demikian itu akan selalu menerima apa yang ada dengan penuh rasa sukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Orang demikian itu meleihat keindahan pada apa yang didapatkannya dan dapat menikmati segala macam hasil pekerjaannya.
Semoga semua makhluk berbahagia.
dikutip dari Pecut Sakti Bajrakirana karangan Asmaran S Kho Ping Hoo